Monday 28 May 2018

Menata Hati di Bulan yang Suci

"Dalamnya laut dapat diukur, dalamnya hati tak ada yang tahu" kalimat ini sangat lazim kita dengar untuk menggambarkan bahwa kita tidak dapat menebak isi hati seseorang. Akan tetapi, kita juga tidak jarang mendengar orang mengatakan bahwa, apa yang ada dalam hati akan tergambar lewat sikap dan perbuatan. Ya, ini benar adanya. Jika hati dipenuhi dengan kebaikan, maka perbuatan akan senantiasa mengiringi. Akan tetapi, saat di dalam hati ada benih-benih penyakit, maka bisa dipastikan sikap pemiliknya tidak akan menyenangkan. Bisa jadi ada orang yang berbuat tidak sesuai dengan isi hatinya, untuk mendapatkan kesan baik dari orang lain misalnya. Tapi ini tidak akan bertahan lama. Seiring waktu, semua akan terbuka dengan sendirinya.

Photo by Instagram Dorkas Mandowe

Saya termasuk orang yang jarang mengungkapkan isi hati. Ketika ada hal yang tidak menyenangkan, lebih sering diam. Menyimpan sendiri perasaan itu tanpa menyampaikan pada orang lain. Meski tidak dipungkiri, lama kelamaan akan melahirkan perasaan tidak enak di hati. Bahkan sangat berpotensi untuk melahirkan penyakit hati. 

Hingga suatu hari, saya mengikuti sebuah kajian yang membahas tentang manajemen perasaan. Materi disampaikan oleh seorang ibu muda, ia menyampaikan tentang pentingnya menyampaikan isi hati. Jika ada yang mengganjal dalam perasaan, sampaikanlah dengan kata yang santun. Cari kalimat yang pas dan baik untuk mengungkapkan sehingga tidak terus dipendam. Sebab jika terus dibiarkan, akan menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja. Tentu akibatnya akan buruk

Ya, manajemen hati memang sangat penting. Bukan hanya menjaga hubungan baik dengan orang lain, tapi memberikan kesehatan pada jiwa dan fisik.

Nah, momen Ramadhan ini bisa dijadikan sebagai waktu untuk latihan menata hati. Sebab puasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum, tapi juga melawan hawa nafsu. Salah satu dampak jika kita menuruti hawa nafsu adalah lahirnya berbagai prasangka buruk dalam hati.

Lalu bagaimana kota menata kata yang baik untuk menyampaikan isi hati agar tidak tersimpan dan menjadi prasangka? Seringkali kejengkelan akan membuat kita sulit menata kalimat, sehingga apa yang disampaikan terkesan ceplos-ceplos dan menyakiti pendengarnya. 

Salah satu yang disampaikan oleh ibu muda dalam kajian yang saya ikuti adalah berusaha memposisikan diri sebagai pendengar. Senangkah kita mendengar perkataan kasar dari orang lain? Tentu saja tidak. Maka berlatihlah menyampaikan sesuatu dengan baik, sebagaimana kita juga senang dengan sebuah kebaikan. Kedua, belajar menahan diri untuk tidak berprasangka. Inilah yang sedang kita latih selama berpuasa. Banyak berzikir dan mendekat kepada Allah. Jangan merasa diri lebih baik dari orang lain dan rajin-rajinlah mengintrospeksi diri.

Selamat menjalankan ibadah puasa dan melatih diri berprasangka baik 😊

No comments:

Post a Comment