Sunday 9 April 2017

Bagaimana Menjaga Berat Badan Ideal ?



Salah satu yang menjadi keluhan sebagian besar wanita adalah kelebihan berat badan. Selama saya bekerja, banyak sekali kasus wanita yang menanyakan obat yang ampuh menurunkan berat badan. Ya, memang kasus wanita yang memilik berat badan berlebih lebih besar daripada pria. Mungkin salah satu penyebabnya adalah kurangnya akitivitas fisik yang dilakukan oleh wanita, apalagi yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. 
Selain itu, sebagian besar aktivitas wanita juga berhubungan dengan makanan. Mulai dari belanja kebutuhan masak di pasar, sampai mengolahnya hingga menjadi santapan keluarga. Bisa dibayangkan saat kita melihat makanan, pasti ada keinginan untuk mencicipi. Meski pun hanya sedikit, tapi jika ini berlangsung lama dan terus-menerus maka bisa menyebabkan tubuh kelebihan kalori dan terjadi peningkatan berat badan.
Sebagai sesama wanita yang juga berprofesi sebagai tenaga kesehatan. Saya memahami perasaan mereka yang sudah berusaha untuk diet tapi berat badan belum turun juga. Sekedar informasi, saya tidak termasuk wanita dengan kelebihan berat badan ya hehehe.
Banyak yang mengeluh sudah mengkonsumsi obat penurun berat badan tapi belum juga membuahkan hasil. Jika bertemu wanita dengan keluhan seperti ini, saya biasanya menyarankan tiga tips berikut. Bisa dicoba bagi Anda yang sudah bosan dengan lemak yang menempel dibadan :-)
1.        Rutin olahraga
Olahraga ringan setiap hari yang dilakukan secata rutin dapat membantu membakar   kalori dan tentu saja mengurangi jumlah lemak otot. Jika rutin melakukan olahraga selama 150 menit sepekan atau rata-rata 30 menit sehari, bukan saja dapat menurunkan berat badan tapi memelihara kesahatan jantung dan pembuluh darah.
2.        Hindari makan terlalu malam
Pada saat kita tidur, tubuh tidak membutuhkan banyak kalori. Makan makanan yang tinggi karbohidrat sebelum tidur dapat membuat tubuh kelebihan kalori yang akan disimpan dalam bentuk lemak. Tentu hal ini dapat meningkatkan berat badan. Sebaiknya hindari makan makanan berat minimal tiga jam sebelum tidur agar berat badan tetap ideal dan juga menjaga kesehatan pencernaan.
3.        Hindari stres
Tidak dapat dipungkiri, wanita memang sering mengalami stres. Pada saat stres, hormon kortisol akan meningkat dan menyebabkan napsu makan bertambah. Imbasnya tentu pada penumpukan kalori dan peningkatan berat badan. Jadi hindari stres ya biar berat badan tetap ideal dan sehat
4.        Konsumsi buah dan minum air putih
Buah adalah makanan yang sangat banyak manfaatnya, rasanya juga enak sehingga tidak ada alasan untuk mengihndari. Untuk mencegah peningkatan berat badan konsumsi buah yang memberikan rasa kenyang lebih lama seperti pisang dan pepaya. Selain itu, minum air putih minimal 8 gelas sehari juga membantu menurunkan berat badan dan menjaga tubuh agar tidak dehidrasi

Sekian dulu tips sehatnya. Semoga bermanfaat

Saturday 8 April 2017

Temukan Alasanmu

Sebelum melakukan sesuatu kita harus punya alasan. Kenapa? Sebab apapun yang kita lakukan pasti ada kendalanya. Tidak selalu mulus sesuai rencana, bahkan tidak jarang banyak hambatan yang membuat kita berhenti. Tentu jika alasan melakukannya tidak ada atau tidak kuat.
Saya memutuskan untuk menulis karena beberapa alasan. Pertama saya orangnya suka membaca, rugi rasanya kalau hobby saya ini tidak dimanfaatkan untuk membuat tulisan yang minimal bisa menyalurkan hobby saya (Membaca tulisan sendiri hehehe), syukur-syukur kalau tulisan saya juga dibaca oleh orang lain dan memberikan manfaat.
Saking rajinnya membaca, dulu saya punya pengalaman ditegur sama wali kelas sewaktu kelas 5 sekolah dasar. Kenapa ditegur, bukankah itu kebiasaan yang bagus? Ceritanya seperti ini. Setiap kenaikan kelas kita diwajibkan membeli buku paket yang akan digunakan selama setahun, waktu itu belum ada program pinjam buku paket dari sekolah seperti sekarang. Saya merasa kurang puas membaca hanya satu buku, maka saya meminta tolong kepada teman yang sudah kelas 6 untuk dipesankan buku kepada wali kelasnya. Kejadian itu diketahui oleh wali kelas  dan saya dipanggil untuk memberikan penjelasan. Bahasanya seperti sedang membahas kasus kriminal ya hehehe. 
Mungkin ada yang bertanya, untuk apa membeli buku paket pelajaran jika hanya ingin membaca? Bukankah banyak buku jenis lain yang bisa dibeli? Iya. Memang banyak, tapi saya tinggal dan sekolahnya di desa, tidak ada toko buku. Waktu itu juga teknologi belum maju seperti sekarang. Belum ada toko buku online. Orang tua saya juga bukan orang yang berpendidikan sehingga mereka tidak mungkin mencarikan saya buku untuk dibaca, tapi bapak saya sangat mendukung keinginan saya dan langsung mengiyakan permintaan saya untuk membeli buku paket kelas 6 ^_^.  

Alasan kedua karena saya orangnya tidak terlalu banyak bicara, kata orang sih pendiam, tapi sebenarnya tidak seperti itu. Terbukti jika hal ini dtanyakan kepada teman dekat saya mereka tidak akan setuju. Saya tidak banyak bicara bukan karena pendiam, (Kedengaran aneh ya? hehehe) tapi otak saya lebih suka merekam apa yang didengarkan ketimbang memberikan tanggapan balik jika itu tidak benar-benar dibutuhkan. Awalnya saya menganggap kebiasaan tersebut adalah hal yang buruk, bahkan tidak jarang orang yang belum begitu kenal beranggapan kalau saya orangnya sombong.
Dalam diam itu sebenarnya pikiran saya menyimpan banyak hal yang tidak tersampaikan. Saya merasa lebih puas jika menuliskan apa yang menjadi isi pikiran saya. Maka mulailah saya menulis diary, masih teringat dulu waktu sekolah dasar punya beberapa buku diary. Sekarang sudah hilang karena rumah direnovasi dan waktu itu saya posisi sedang tidak di rumah jadi tidak sempat menyimpan semuanya. Isi buku diary saya sebenarnya bukan curhatan, tapi lebih ke apa yang saya pikirkan, kalau curhat apa yang dirasakan ya hehehe. Namanya juga curahan hati.  Biasanya saya menulis cerpen.
Alasan ketiga, saya ingin memberikan manfaat untuk orang lain. Dari buku-buku dan tulisan yang saya baca saya merasakan banyak manfaat. Saya tidak mengenal sebagian besar siapa penulis buku yang saya baca, tapi ia bisa memberikan manfaat bagi saya. Itu juga yang menjadi harapan saya sehingga serius belajar menulis.
Dari alasan di atas saya mulai serius untuk belajar nulis, mengikuti kelas menulis online dan mencari teman-teman yang punya hobby sama untuk saling bertukar pikiran. Tentu dengan harapan suatu hari saya bisa menghasilkan tulisan yang bermanfaat untuk orang lain. 
Setelah serius belajar, ternyata tidak mudah. Dalam perjalan kadang timbul rasa malas, banyaknya pekerjaan lain yang harus dikerjakan. Sekedar informasi, saya seorang apoteker dan saat ini sedang aktif berpraktek di sebuah perusahaan swasta. Meski begitu, saya selalu meluangkan waktu untuk mengeluti hobby menulis setiap hari. Bukan sekedar memanfaatkan waktu sisa tapi memang sudah saya jadwalkan.
Apapun yang kita lakukan saat ini pastikan punya alasan yang kuat dan jelas, agar kendala tidak membuat kita menyerah dan berhenti ditengah jalan.

Friday 7 April 2017

Sosial Media




Saya kagum dengan mereka yang sudah nyata punya banyak kesibukan tapi selalu punya waktu untuk menyapa orang lain walaupun cuma lewat dunia maya. Ya, memang interaksi di dunia maya melalui sosial media saat ini sudah berkembang sangat maju. Katakanlah ia seolang public figur, punya bisnis dan pasti punya keluarga juga, tapi ia selalu punya waktu untuk sekedar berbagi senyum lewat media sosialnya. 
Sementara ada orang yang jika diperhatikan kesibukannya belum seberapa tapi menghindari media sosial dengan alasan tidak punya waktu. Mungkin ini hanya perbedaan pandangan saja. Si sibuk yang pertama, yang benar-benar sibuk masih bisa bertebaran postingannya di dunia maya karena memang ia menjadikan itu sebagai bagian dari prioritas, merasa membutuhkan itu. Sementara si sibuk yang kedua, kesibukannya masih dipertanyakan tapi tidak punya waktu untuk nangkring di dunia maya bisa jadi itu memang bukan bagian dari rencananya dalam 24 jam 7 hari seminggu 30 hari sebulan dan 365 dalam setahun.
Saya sendiri sebagai orang yang bisa dibilang belum punya kesibukan, ada sih tapi belum sibuk-sibuk bangat, banyak waktu senggang tapi tidak serutin iya yang kesibukan super-super banyak untuk menyapa dan berbagi lewat media sosial. Sebenarnya kadang terbersit dalam diri untuk mencontoh si sibuk yang pertama di atas, tapi seringnya rasa malas membuat diri berada di pihak yang kedua hehehe.

Banyak juga yang beralasan tidak menggunakan sosial media karena banyak sisi negatifnya. Semua orang berhak menilai, tapi menurut saya ini pendapat yang kurang bijak. Persepsi ini muncul bisa jadi karena belum benar-benar terbuka melihat apa yang sekarang terjadi di media sosial. Banyak kisah orang yang menjadi lebih baik karena menemukan teman yang benar dari media sosial. Tidak jarang kita melihat kisah sukses mereka meraih banyak rupiah dari media sosial. Ya, sekali lagi semua tentang persepsi. Meski pun tidak dapat dipungkir bahwa media sosial memang banyak memberikan manfaat negatif. Terutama bagi anak-anak yang kurang pengawasan dari orang tuanya.
Saya pribadi merasa bahwa media sosial tidak selalu memberikan dampak negatif. Dari sana banyak kita lihat kisah mereka berhasil karena memanfaatkan media sosial dengan baik, bukan hanya sekedar menghabiskan waktu atau berkeluh kesah dengan status yang dishare setiap hari. Perlahan saya mulai mengikuti cara si sibuk yang pertama, meski hanya sekedar share jika menemukan postingan bermanfaat dari orang lain, atau menyalurkan hobby saya dengan menulis hal-hal positif yang mungkin bermnfaat bagi orang yang membaca. Meski apa yang saya  lakukan tapi belum se intens dirinya. Bukan butuh proses, perlahan mengikis sifat malas untuk menjadi lebih bermanfaat.
Saya yakin sekecil apapun hal yang kita bagikan melalui tulisan di media sosial akan memberikan pengaruh bagi orang yang membacanya. Jika apa yang kita bagikan bermanfaat maka orang lain akan terbantu, tapi apabila yang kita bagikan sesuatu yang buruk bisa jadi akan merugikan orang lain. hal ini yang menjadi motivasi saya untuk tetap menulis hal yang bermanfaat.


Wednesday 5 April 2017

Lilin Harapanku

Terinspirasi dari kisah seorang teman


Hari ini usiaku tepat 27 tahun, sama seperti tahun-tahun sebelumnya aku tidak pernah merayakan hari jadiku karena itu bukan kebiasaan keluarga kami. Sekarang aku sudah menyandang gelar S2 dan bekerja di sebuah instansi pemerintah. Jika aku mengingat masa-masa kecilku ketika masih berusia sepuluh tahunan aku tidak pernah menyangka akan hidup seperti sekarang ini. Semua ini berkat seorang wanita yang wajahnya tidak akan pernah aku lupakan, dia adalah ibuku.
Aku adalah anak yang lahir dengan kondisi prematur, aku dilahirkan pada usia 7 bulan dalam kandungan. Bayi yang lahir dengan kondisi sepertiku biasanya memilki fisik yang tidak terlalu kuat, selain itu karena perkembangan otak yang belum sempurna aku memiliki kelambatan dalam proses belajar di masa kecilku. Masih jelas di ingatanku pada waktu SMP aku adalah anak yang paling terbelakang dalam  pelajaran, baik itu pelajaran membaca terlebih lagi tentang hitung-hitungan. Aku pernah tinggal kelas karena tidak mampu untuk lulus setengah dari semua mata pelajaran. Pada saat itu aku sempat putus asa dan ingin berhenti dari sekolah karena malu kepada teman dan juga guru-guru yang ada di sekolah. Tetapi ibu dengan sabar dan penuh kasih sayang memberikan semangat kepadaku. “Mira, kamu jangan menyerah yah ibu akan selalu membantu kamu belajar agar kamu bisa lulus dan naik kelas tahun depan”  bujuk ibu sambil memelukku erat. “tapi bu, sampai kapan ibu harus mengorbankan waktu istirahat ibu untuk mengajari aku ?, lebih baik aku berhenti dari sekolah bu”. Sambil tersenyum ibu memberikan nasehat yang sampai saat ini masih jelas diingatanku,  “Mira, kamu adalah satu-satunya anak ibu dan ibu akan merasa berdosa jika masa depan kamu tidak lebih baik daripada ibu, kamu harus tetap sekolah dan ibu selalu punya waktu untuk mebantu kamu belajar”. Aku hanya bisa meneteskan air mata mendengar nasehat ibu pada saat itu. Ibu saya adalah seorang guru SD yang terkenal sangat baik kepada siswa-siswanya. Selain harus mengurus keperluanku setiap hari ibu juga harus mengajar untuk mencari nafkah buat kami. Semua itu ibu lakukan seorang diri karena sejak usiaku 5 tahun ayah meninggalkan kami untuk menikah lagi. Semenjak peristiwa itu aku tidak pernah lagi bertemu ayah atau sekedar mandengar kabarnya.
Meskipun ditinggal suami, ibu tidak lantas menjadi wanita yang lemah, ibu terus merawat dan membesarkan aku dengan penuh kasih sayang. ibu terus berjuang untuk membantu aku dalam melanjutkan pendidikanku bahkan sampai masuk universitas. Ketika aku mendaftar untuk masuk kuliah ibu yang waktu itu usianya sudah hampir 60 tahun dan kesehatannya juga mulai terganggu rela antri berjam-jam untuk mendapatkan formulir demi aku. ibu tidak mengizinkan aku ikut antri karena takut jika aku akan pingsan, bahkan kami sempat berdebat sebelum antrian tersebut. “Mira, kamu tunggu ibu disini nak, biar ibu mengambilkan formulir untuk kamu” kata ibu penuh semangat sambil menggenggam tanganku. “tapi bu, biar aku saja yang ikut mengantri, ibu saja yang istirahat” kataku sambil menatap ibu. Dengan nada penuh bujukan ibu mengantar aku ke sebuah bangku di dekat kami. “nak, kamu lihatkan antrian itu sangat panjang dan  ibu tidak ingin melihat kamu harus masuk rumah sakit lagi seperti pada waktu itu hanya karena beridir terlalu lama”. Aku memang pernah di rawat beberapa hari di rumah sakit karena kondisiku drop akibat berdiri selama 2 jam pada waktu orientasi siswa baru di SMA. Sejak peristiwa itu ibu tidak pernah mengizinkan aku untuk berada di luar ruangan terlalu lama sesuai dengan saran dari dokter. “nak, ibu masih sehat, kalau hanya untuk antri seperti ini ibu sanggup, itulah gunanya ibu ada di sini untuk membantu dan menemani kamu nak. Ibu menatapku sambil tersenyum.
Empat tahun lamanya aku menjadi mahasiswa akhirnya aku  dinobatkan sebagai sarjana dengan predikat memuaskan. Ibu sangat bahagia melihat aku memakai pakaian wisuda, karena bahagianya ibu bahkan lupa ia sedang sakit dan butuh istirahat. Malam hari sebelum aku wisuda ibu tidak tidur karena terus menyiapkan segala sesuatu untuk acara syukuran wisuda anak yang sangat dikasihinya, belum lagi paginya ibu harus menemani aku ke kampus untuk pelaksanaan upacara wisuda. Akibatnya kondisi ibu memburuk dan sore hari harus masuk rumah sakit. Aku hanya bisa berdoa melihat kondisi ibu yang begitu lemah, memang setahun yang lalu dokter mengatakan kalau ibu mengalalami gangguan pernapasan, selain itu ibu juga sudah berusia lanjut sehingga kondisi fisiknya semakin lemah. Setelah melaksanakan sholat magrib tiga rakaat aku mendatangi ibu dan mencium tangan dan keningnya, rupanya ibu menyadari kehadiranku. Dengan senyumnya yang khas ibu menatapku sambil menggenggam tanganku. “Mira, maafkan ibu nak, karena telah merusak hari di mana kamu harusnya berbahagia”. aku meraih kursi dari samping dan duduk di depan ibu yang wajahnya tampak begitu cerah meskipun kondisinya sangat lemah, ada ketakutan dalam diriku melihat kondisi ibu seperti itu. “bu, aku yang harus minta maaf karena tidak memperhatikan kondisi ibu”. Dengan derai airmata aku melanjutkan kata-kataku. “selama ini ibu terlalu banyak berkorban, sedangkan aku belum bisa memberikan apa-apa untuk ibu, aku tidak pernah membuat ibu bahagia, aku hanya bisa menyusahkan ibu”.“Anakku hari ini ibu sangat bahagia karena dirimu, kamu sudah menjadi seorang sarjana, ibu bangga dengan semua kerja keras kamu. Ini adalah hadiah terbesar dalam hidup ibu nak”. Ibu terus menatapku tapi tatapannya kini tampak lemah, aku terus meneteskan airmata di depan ibu.“Nak,jangan sedih, ibu tidak ingin melihat kamu menangis, kamu harus tersenyum karena ini hari bahagia dalam hidup kita”. Aku hanya terdiam menatap ibu. “Anakku, setiap manusia itu punya batas usia dan jika hari ini ibu harus meninggalkan kamu, kamu harus tetap semangat untuk melanjutkan hidup. Maafkan ibu karena tidak bisa lagi menemani kamu, maafkan dengan segala kekurangan ibu dalam membimbing kamu. Jangan lupa untuk tetap mendoakan ayahmu agar dia selalu dalam lindungan-Nya”. Malam itu ibu meniggalkan aku dengan penuh ketenangan. Wanita yang selalu memberikan harapan dalam hidupku telah pergi untuk selamanya, tapi harapan itu akan tetap ada di hati ini bagaikan lilin yang memberi cahaya agar aku dapat terus melanjutkan hidup.

Monday 3 April 2017

Perlahan Tapi Pasti



Dimuat dalam sebuah buku antologi berjudul "Beginilah Cara Tuhan Menjawab Impianku"

Saat membuat tulisan ini aku sedang berada di sebuah kamar kost yang jauh dari orangtua dan keluarga. Di kota yang pertama kali aku datangi setahun yang lalu tepatnya pada bulan Juli 2015. Sebuah kota di Indonesia yang jika namanya disebut kita akan teringat dengan bakpia dan gudeg sebagai makanan khas kota ini, Yogyakarta. Memutuskan untuk merantau dan tinggal jauh dari keluarga tidaklah mudah, rasa rindu dengan orangtua dan keluarga selalu mengisi setiap detik perjalanan dan seolah memaksa untuk segera memesan tiket pesawat dan terbang ke Makassar. Tapi beruntungnya, di tempat ini aku dipertemukan Allah dengan orang-orang yang begitu baik sehingga merasa punya keluarga baru.
Orang Yogyakarta dikenal ramah dan aku telah membuktikannya, hari pertama aku disini dan berangkat kerja dengan jalan kaki karena kebetulan tempat kerjaku jaraknya hanya beberapa meter dengan rumah yang aku sewa, setiap berpapasan dengan warga mereka selalu menyapa dengan khas jawa “monggo” atau sekedar menganggukkan kepala sambil senyum. Aku percaya bahwa tak ada kebetulan di kehidupan ini, semua sudah diatur oleh-Nya termasuk keberadaanku di kota ini.
Sejak SMP aku memang berkeinginan untuk keliling Indonesia, meski saat itu aku belum memiliki akses dan pengetahuan lebih tentang kota-kota di Indonesia selain yang aku baca di buku pelajaran. Tapi itu tidak membuat keinginanku surut. Memasuki masa SMA keinginanku belum terwujud, aku belum bisa kemana-mana. Mungkin belum saatnya, aku meyakinkan diriku. Setelah masa SMA berakhir aku memutuskan untuk kuliah dan memilih Makasar sebagai kota pilihanku, meski belum keluar  pulau tapi setidaknya saat itu aku sudah keluar dari wilayah dengan pergaulan dan bahasa yang sedikit berbeda dengan lingkunganku selama kurang lebih 18 tahun. Inilah pertama kali aku tinggal jauh dari orangtua, dengan waktu tempuh sekitar 5 jam perjalanan darat. Awal menjalaninya terasa sangat berat, bulan pertamaku di kota Makassar bertepatan dengan ramadhan yang tahun-tahun sebelumnya aku jalani bersama keluarga di rumah.
Berawal dari masa kuliah perlahan-lahan keinginanku semasa SMP mulai terwujud, dari sinilah aku bertemu dengan teman-teman dari berbagai daerah di sulawesi bahkan ada yang dari luar pulau. Melalui kegiatan kampus aku bisa mengunjungi beberapa tempat yang baru, beberapa daerah di Sulawesi dan juga diluar Sulawesi. Setelah berhasil menyelesaikan pendidikan profesi Apoteker aku mendapat tawaran untuk bekerja diluar Sulawesi, sebuah kota yang saat ini menjadi saksi lahirnya tulisan ini. Di tempat ini banyak pelajaran yang aku dapatkan, mulai dari adat istiadat, bahasa dan cara bergaul. Awal menjalani pekerjaan aku sangat terkendala masalah bahasa, apalagi jika bertemu dengan pasien lanjut usia yang kurang fasih menggunakan bahasa Indonesia. Meski mengalami beberapa kesulitan, aku tidak menjadikannya sebagai hambatan, aku mengingat kembali impian masa SMPku, keinginan untuk keliling Indonesia dan mengenal budayanya. Ya, mungkin inilah jalan yang diberikan Allah untuk menjawabnya meskipun dengan cara yang berbeda.
Jika mengingat kembali masa kecilku, seorang anak desa yang tidak mengenal teknologi. Lahir dari keluarga yang sangat sederhana dengan profesi sebagai petani sehingga masa kecilku lebih banyak dihabiskan di sawah dan kebun, sangat kontras dengan lingkunganku saat ini. Tapi kesederhanaan harus tetap menjadi bagian dari hidupku. Itulah pesan orangtua yang selalu aku ingat dan berusaha menerapkannya.
Meski kondisi saat ini bukanlah menjadi keinginanku semasa SMP, impianku bukan jadi perantau, yang aku mau adalah keliling Indonesia untuk menikmati keindahan setiap kotanya dan bertemu dengan penduduknya yang terdiri atas berbagai macam suku. Setidaknya seperti itulah yang aku ketahui tentang Indonesia dari buku-buku yang penah aku baca semasa SMP. Tapi aku tidak putus asa, aku percaya bahwa ini jalan yang ditentukan oleh Allah untuk perlahan-lahan mewujudkan impianku.